Menabung Tak Bikin Kaya
Oleh: Ridwan Basyir
Mayoritas kelas menengah memilih menempatkan simpanan di tabungan, menurut beberapa survei. Keamanan jadi alasan. Nyatanya, uang yang disimpan nasabah di tabungan bisa tergerus secara perlahan, bahkan sampai habis. Maka dari itu, nasabah tidak bisa lagi berdiam diri dan berharap uangnya akan berlipat ganda jika hanya ditabung tanpa terus mengisi saldo. Apalagi dengan bunga tabungan yang sangat kecil, dipotong biaya administrasi tiap bulan dan tergerus inflasi pula, membuat tabungan punya sejumlah risiko.
Studi Mark Plus di 2012 yang dimuat di buku “Rising Middle Class in Indonesia“ karangan Taufik peneliti Mark Plus, membeberkan hampir 90% kelas menengah menempatkan simpanan di tabungan. Studi yang lebih baru di tahun 2013 oleh majalah Swa mengungkap hasil yang sama. Tabungan dimiliki oleh hampir 90% kelas menengah, sementara instrumen investasi lain, seperti reksadana, emas, obligasi dan saham, dimiliki tidak sampai separuh kelas menengah.
Rata-rata bunga tabungan di perbankan dalam negeri sangat kecil, biasanya kurang dari 4%, masih di bawah inflasi Indonesia yang rata-rata di atas 5%. Belum lagi ada biaya administrasi yang dipotong langsung tiap bulan. Jumlahnya bervariasi dari mulai Rp 3.000 hingga Rp 20.000 per bulannya.
Inflasi. Inilah momok menakutkan yang 'merampok' uang kita secara diam-diam. Inflasi menggerogoti uang kita secara perlahan. Gara-gara inflasi, nilai uang kita akan terus tergerus.Semakin tinggi angka inflasi, maka semakin kecil nilai tukar uang kita terhadap suatu harga barang.
Seiring berjalannya waktu, tingkat inflasi Indonesia terus melambung tinggi sebagai konsekuensi wajar sebuah pertumbuhan ekonomi. Perlahan tapi pasti, hal ini membuat nilai dari mata uang menjadi semakin rendah.
Secara nominal, jumlah uang yang dibiarkan di bank tidak akan berkurang justru bertambah karena memperoleh fasilitas bunga simpanan dari bank yang bersangkutan. Namun nilai tukar uang terhadap harga barang akan semakin rendah karena tergerus inflasi seiring berjalan waktu.
Sebagai contoh sederhana, untuk membayar uang pangkal kuliah di sebuah universitas swasta di Jakarta pada tahun 2008, seseorang hanya memerlukan dana Rp 10 juta. Sementara, untuk membayar uang pangkal kuliah di unversitas yang sama di tahun 2014 seseorang harus membayar Rp 16 juta.
Jadi, nilai uang nasabah akan menyusut hampir separuhnya dalam kurun waktu 6 tahun dengan sendirinya gara-gara inflasi. Sementara bunga bank tidak akan bisa mengejar tingkat inflasi.
Kenapa mereka yang kelas menengah memilih menaruh di tabungan dibandingkan investasi yang lain?
Survei Mark Plus mengungkap kelas menengah memilih tabungan karena dipandang paling aman, ada jaminannya dari pemerintah. Meskipun, mereka sadar, bunga tabungan rendah. Risiko dipandang lebih penting dibandingkan keuntungan dalam berinvestasi. Keuntungan rela dikorbankan demi ketenangan atas risiko yang dianggap rendah.
Pemahaman bahwa menempatkan di tabungan itu aman, tanpa risiko, itu salah. Keyakinan yang sungguh keliru. Meskipun ada jaminan dari pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atas tabungan di perbankan, ada risiko lain dari tabungan yang sering luput dari perhatian.
Pertama, akibat keuntungan/bunga tabungan yang rendah, tujuan dari investasi sangat mungkin menjadi tidak tercapai. Misalnya, biaya pendidikan yang diperkirakan naik sekitar 20% setahun di Indonesia tidak akan mungkin dikejar oleh tabungan yang hanya memberikan bunga 3% setahun. Walaupun nilai uangnya aman, tetapi jika tabungan tidak bisa merealisasikan tujuan berinvestasi, untuk apa menempatkan dana disitu. Akibat, kenginan menghindari risiko, muncul risiko lain, yang justru lebih besar, yaitu gagalnya mencapai tujuan.
Kalau ingin mendapatkan keuntungan, maka harus berani mengambil risiko. Tidak mungkin untung tanpa adanya risiko. Pemahaman ini yang sepertinya hilang di kelas menengah.
Kedua, hilangnya daya beli uang karena bunga dari tabungan tidak cukup mengimbangi kenaikan harga barang yang lebih tinggi. Dulu saat bunga tabungan lumayan tinggi, menaruh di tabungan atau deposito masih mendapatkan imbalan yang lebih tinggi dari laju harga barang. Sekarang, tidak lagi. Turunnya bunga tabungan membuatnya lebih rendah dari inflasi. Nilai uang di tabungan merosot digerogoti kenaikan harga barang.
Ketiga, akibat bunga rendah, jumlah dana yang harus disisihkan untuk ditempatkan di tabungan menjadi besar, supaya bisa tetap mengejar tujuan investasi. Seringkali, ini menjadi risiko sendiri, karena tidak mudah menyisihkan uang yang lebih besar setiap bulannya. Akibatnya, alih–alih ingin aman, jumlah dana yang ditabung tidak sesuai dari seharusnya, sehingga tujuan jadi tidak tercapai.
Menaruh di tabungan bukannya tidak perlu. Tabungan diperlukan untuk dana darurat atau kebutuhan sehari – hari. Tetapi, porsi tabungan bukan lah yang dominan. Dan untuk mengantisipasi tergerusnya nilai tukar uang tersebut perlu dilakukan investasi. Menyisihkan uang dalam investasi dinilai sebagai jalan yang tepat untuk melampaui angka inflasi. Selain menjaga uang dari inflasi, berinvestasi juga membuat pemilik uang mendapatkan keuntungan.
Dari sini, sebaiknya kita lihat kembali komposisi kepemilikan aset dan investasi kita. Kalau sebagian besar masih di tabungan, segera kaji ulang dan lakukan perubahan, sebelum terlambat. Porsi simpanan yang terlalu besar di tabungan punya risiko.
Daftar baca:
1. Uang Tabungan Bisa Habis Dipotong Biaya Admin, Tergerus Inflasi Pula. 2014. http://finance.detik.com/.
2. Memilih Tabungan, Bukannya Tanpa Risiko. 2013. http://www.duwitmu.com/.
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020