BP2IP Malahayati Membangun Kembali Aceh Maritim
Perhubungan laut Aceh secara visioner dan lebih terarah pada masa mendatang tidak sempurna tanpa melihat kembali bagaimana masa lalu kemaritiman Aceh. Sejarah mencatat kejayaan Kerajaan Aceh pada masa abad ke -13 dengan menjadi pusat jasa perdagangan internasional. Kemajuan perdagangan antar bangsa ini tidak terlepas dari keberadaan kemajuan pelayanan jasa pelabuhan laut. Perkembangan pelabuhan Aceh pada saat itu, sudah mampu bersaing dengan keberadaan beberapa pelabuhan besardi besar negara Eropa, dan beberapa pelabuhan Asia lainnya. Kebesaran nama ‘Seuramoe Mekkah’ sendiri menandai keberhasilan pelayanan jasa perhubungan laut Aceh dalam melayani pelayaran internasional angkutan haji, yang sekaligus menjadi hub bagi angkutan haji di seluruh nusantara.
Keberhasilan membangun transportasi laut membutuhkan eksistensi dan dukungan ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki profesionalitas dan integritas yang tinggi. Sedikit catatan kemajuan kemaritiman Aceh juga tergambar dengan kebesaran pejuang wanita Aceh ‘Keumala Hayati’ yang hidup semasa kesultanan Alaiddin Riayat Syah (kerajaan Aceh Darussalam) pada abad ke-16 hingga ke-17. Seorang Laksamana perempuan pertama di dunia yang merupakan lulusan sekolah bahari dan dipercaya menjadi sebagai Panglima Armada Selat Malaka. Kebesaran namanya mungkin banyak tercatat dalam sejarah sebagai seorang pejuang, namun hal tersebut menjadi catatan yang membuktikan bahwa Keumalahayati adalah seorang ahli transportasi laut yang memiliki profesionalitas tinggi dalam pelayaran dan berperan bagi kemajuan perhubungan laut Aceh. Sebagai seorang laksamana perempuan pada saat itu, beliau mampu menunjukkan kemampuannya dalam mengawasi operasional pelabuhan dan lalu lintas kapal di wilayah kekuasaannya.
Pengembangan jasa transportasi laut secara internasional tidak terlepas dari manajemen pelaksanaan perhubungan laut yang meliputi beberapa komponen yaitu angkutan di perairan (perkapalan), kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan linkungan maritim. Banda(r) Aceh yang dikenal masa itu sebagai Kota Pelabuhan yang sangat sibuk telah mampu melayani perdagangan multinasional. Pedagang-pedagang internasional dari India, Cina dan Eropa telah datang dan melakukan transaksi ekspor pada beberapa komoditi seperti lada, kapas, beras, kopi, kayu, tembakau dan beberapa komoditi hasil bumi lainnya. Hal ini jelas menunjukkan kemajuan pelabuhan laut Aceh dalam keberhasilannya mengembangkan seluruh komponen dalam transportasi laut dan mampu bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya di perairan Selat Malaka.
Keadaan transportasi laut Aceh kini jauh berbeda dengan saat sekarang. Kondisi pelabuhan di Aceh kini tertinggal dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya pada masa lalu. Banyak aktifitas transportasi laut yang kini mulai ditinggalkan dan beralih ke moda transportasi darat maupun udara. Keberadaan transportasi laut Aceh seharusnya tetap dikembangkan sesuai dengan keunggulannya yaitu sebagai daya dukung distribusi logistik yang lebih efisien bagi pelayaran dalam negeri dan internasional. Untuk itu, Gubernur Aceh sesuai dengan program prioritasnya dalam RPJMA 2012-2017 dalam mendukung pembangunan ekomomi Aceh menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur yang terintegrasi, dan memprioritaskan pengembangan pelabuhan-pelabuhan untuk mengejar percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat.
Pengembangan transportasi laut membutuhkan kesiapan sumberdaya manusia kepelautan yang memiliki kualifikasi internasional. Persoalan utama yang dihadapi yang dihadapi secara nasional saat ini adalah terbatasnya jumlah dan kualitas personil kepelautan yang tersedia. Salah satu kebijakan dalam pengembangan transportasi laut sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut adalah meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transportasi laut. Kebijakan ini diimplementasikan melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan transportasi laut dan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap peraturan perundangan transportasi laut.
Saat ini Aceh telah memiliki Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran yang lebih dikenal dengan BP2IP Malahayati yang berdiri dengan dilatarbelakangi persoalan ketersediaan sumber daya manusia dibidang transportasi laut. Sebagai salah satu kampus diklat kepelautan dibawah naungan Kementerian Perhubungan, lembaga ini memiliki visi untuk “Menjadi Lembaga Diklat Pelayaran Unggulan, dengan Menyediakan Layanan Diklat Berkualitas Berstandar Nasional dan Internasional Kepada Masyarakat” dengan salah satu misinya yaitu ‘Mewujudkan Lulusan Diklat Pelayaran yang professional, kompeten, dan beretika serta berdaya saing tinggi di dunia kerja pada subsektor Transportasi Laut baik di dalam maupun di Luar negeri’. Kehadiran BP2IP , yang saat ini merayakan dies natalis yang pertama, telah menciptakan peluang besar bagi masyarakat Aceh untuk ikut berperan dan mengulang kembali kejayaan transportasi laut Aceh.
Sumber : http://dishubkomintel.acehprov.go.id
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020