Hakim Tinggi MS Aceh menjadi Nara Sumber Pada Rakor Pengawasan Qanun Syariat Islam
Banda Aceh - Pada tanggal 18 Maret 2014, jam 14.00-16.45 WIB. Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh diwakili oleh Hakim Tinggi Drs. H. Abd Manan Hasyim, SH, MH, menjadi nara sumber pada Rapat Koordinasi Pengawasan Qanun Syariat Islam pada Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah, dihadiri sebagai peserta para Kasatpol PP dan WH se-Propinsi Aceh yang diadakan di Grand Nanggroe Hotel di Banda Aceh.
Panitia mengangkat tema “Pelaksanaan Penegakan Qanun Syariat Islam”. Nara sumber (Abd Mannan) menjelaskan antara lain bahwa untuk pelaksanaan qanun Syari’at Islam, hukum formil yang digunakan adalah KUHAP, KUHAP susah diterapkan untuk melaksanakan qanun Syari’at Islam, karena antara KUHAP dengan qanun-qanun tidak sinkron, namun kedepan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten dan Kota serta Mahkamah Syar’iyah Aceh (Tingkat Banding) semakin mudah menerapkan qanun-qanun tentang jinayah disebabkan DPRA bersama Gubernur telah mensahkan rancangan qanun Hukum Acara Jinayat (RAQAN HAJ) menjadi Qanun Hukum Acara Jinayat (QHAJ) yang disahkan dengan qanun Nomor 7 tahun 2013, tanggal 13 Desember 2013.
Selanjutnya Abd Mannan menjelaskan, bahwa HAJ telah memberikan hak penahanan kepada Penyidik, jaksa dan Hakim, dan ada beberapa perbedaan HAJ dengan KUHAP antara lain :
- Mahkamah Syar’iyah berwenang mengadili Perkara jinayat atas dasar permohonan si pelaku jarimah ;
- Penahanan dapat dilakukan dalam hal adanya keadaan yang nyata-nyata menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi jarimah ;
- Penggunaan kata atau lafazh sumpah diawali dengan “Basmalah” dan “Wallahi” ;
- Penyidik dapat menerima penyerahan perkara dari petugas Wilayatul Hisbah;
- Adanya perbedaan alat bukti, dalam HAJ : Keterangan saksi, Keterangan ahli, Barang bukti, Bukti surat, bukti elektronik, Pengakuan, keterangan Terdakwa dalam KUHAP. Keterangan saksi, ketarangan ahli, surat, petunjuk, keterangan Terdakwa)
- Memperkenalkan penjatuhan ’uqubat secara alternatif antara penjara, cambuk, dan denda dengan perbandingan 1 (satu) bulan penjara disetarakan dengan 1 (satu) kali cambuk atau denda 10 (sepuluh) gram emas murni.
- Bagi pelaku jarimah bersama yaitu antara non muslim dengan muslim, bagi yang non muslim dapat diadili di Mahkamah Syar’iyah dengan membuat dan menandatangani surat penundukan diri.
Dalam diskusi ada peserta yang menyarankan agar di POLDA/RESOR dan di KEJATI/KEJARI ada satu sub seksi yang mengurus/menjalankan qanun syari’at Islam, yaitu seksi syari’ah.
Sumber: http://www.ms-aceh.go.id/
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020