Selamat Datang di Situs Resmi Pemerintah Aceh

Gubernur : Lembaga Adat harus Diaktifkan Kembali

Seni, Budaya & Hiburan Jumat, 12 September 2014 - Oleh

Banda Aceh – Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah mengajak semua pihak untuk menghormati pranata kehidupan sosial yang telah diwariskan oleh para leluhur.

Hal tersebut disampaikan oleh gubernur saat memberikan sambutan pada pembukaan Pelatihan Penguatan Kapasitas Lembaga Mukim dan Imum Mukim se Aceh, di The Pade Hotel, Kamis (11//9/2014).

“Lembaga-lembaga adat yang selama ini tidak diaktifkan, harus kita hidupkan lagi agar lembaga-lembaga itu kembali muncul sebagai simbol dan panutan dalam kehidupan bermasyarakat,”

Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Drs Dermawan MM, Gubernur menjelaskan, penguatan lembaga adat di Aceh telah dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, khususnya pasal 98, yang menyebutkan  secara ringkas tentang petingnya peran lembaga Adat.

“Salah satu lembaga adat itu adalah Mukim, yaitu sebuah jabatan adat di tingkat lokal yang membawahi beberapa gampong atau desa. Keberadaan Mukim ini juga telah diperkuat dengan lahirnya Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Mukim. Dalam pasal 8 Qanun itu disebutkan sejumlah tugas dan tanggungjawab mukim, antara lain; Melakukan pembinaan terhadap masyarakat, Melaksanakan kegiatan adat istiadat, Menyelesaikan sengketa, Membantu peningkatan pelaksanaan syariat islam, Membantu penyelenggaraan pemerintah, Membantu pelaksanaan pembangunan.”

Sebagai kepala Pemerintahan Aceh, Gubernur sangat menyambut baik kegiatan ini. Gubernur berharap kegiatan seperti ini dilakukan secara berkesinambungan agar seluruh mukim  yang ada di Aceh mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan ini.

“Dengan demikian isu-isu terkini tentang Pemerintahan lokal dan kebijakan pembangunan di Aceh dan nasional, dapat dikuasai dengan baik oleh Imum Mukim di Aceh yang berjumlah 755 mukim yang membawahi 6.423 gampong, untuk selanjutnya menjadi pedoman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.”

Gubernur menjelaskan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang atau RPJM Aceh tahun 2012-2017, terdapat 10 program prioritas yang dijalankan Pemerintah Aceh dalam beberapa tahun ke depan. Dari 10 program prioritas itu, salah satunya adalah ‘’Penguatan Dinul Islam, Sosial dan Budaya Aceh dalam kehidupan masyarakat sehari-hari’.

“Kata-kata  ‘Islam’, ‘sosial’ dan ‘Budaya’ menjadi satu paket yang tak terpisahkan dari kalimat itu. Pada kenyataannya, ketiganya sangat berkaitan erat dalam kebidupan masyarakat Aceh. Adat dan budaya Aceh sangat kental dengan Islam. Sebaliknya, Islam tidak bisa dipisahkan dari adat dan budaya Aceh. itu sebabnya ketika kita sepakat menerapkan Syariat Islam di Aceh, maka adat dan budaya harus kita perkuat lagi,” ujar Gubernur.

Oleh karena itu, Gubernur mengapresiasi program Sekretariat Lembaga Wali Nanggroe yang telah menyelenggarakan pelatihan bagi para Mukim. Doto berharap, setelah mengikuti kegiatan ini, skill dan wawasan para mukim bisa lebih ditingkatkan, sehingga sistem pemerintahan di tingkat gampong dapat berjalan lancar.

“Sebagaimana kita ketahui, desa adalah pusat berbagai kebijakan yang ada d Aceh. Untuk itu, perhatian terhadap desa pantas kita tingkatkan, sehingga pembangunan Aceh berjalan dengan baik. Selamat mengikuti pelatihan. Semoga perjuangan kita memperkuat posisi dan peran lembaga adat di Aceh mendapat ridha dari Allah SWT,” pungbkas Gubernur.

Wali Nanggroe Buka Pelatihan Mukim

Sementara itu, Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia (PYM) Teungku Malik Mahmud Al-Haytar, dalam sambutannya sebelum membuka secara resmi pelatihan yang mengangkat tema ‘Penguatan Kapasitas Mukim Sebagai Salah Satu Pengawal dan Pengambang Peradaban Aceh’ ini, mengajak seluruh lembaga adat yang ada untuk berperan dalam peningkatan kemampuan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Indonesia.

“Keberadaan Lembaga Wali Nanggroe beserta pranata sosial peradaban Aceh lainnya harus berperan dalam peningkatan mengangkat harkat dan martabat bangsa berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kita. Terbentuknya Lembaga ini tidak saja menjadi bagian dari Peradaban Bangsa tapi sebagai salah satu wujud kekhususan dan keistimewaan Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki. Untuk itu, lembaga ini harus mampu mengembangkan Peradaban Aceh sebagai bagian dari Peradaban Dunia.”

Malik Mahmud menambahkan, sejak awal abad ke enam masehi, Aceh telah tercatat dalam sejarah.  Hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan kecil yang bertumpu pada adat istiadat dan Tamaddun Islam. Seiring dengan kemajuan peradaban Aceh, pada tahun 1630 Masehi, akulturasi adat-istidat Aceh telah melahirkan sebuah pranata sosial, pranata hukum dan pranata politik yang kemudian menjadi tata-kelola pemerintahaan kerajaan Islam di Aceh.

“Kita mengenalnya hingga saat ini adalah Qanun Meukuta Alam atau Adat Meukuta Alam di zaman pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam,” terang Wali Nanggroe.

Berbekal pada kemajuan sejarah kerajaan Aceh yang telah menjadi bagian dari sejarah peradaban dunia, Wali mengajak semua pihak untuk terus menatap kedepandan merajut kembali peradaban Aceh yang pernah berjaya. Keragaman budaya, tamadun dan adat-istiadat dari pada suku-suku bangsa yang berada di Aceh adalah modal kekuatan Aceh.

Wali menambahkan, status kekhususan dan keistimewaan Aceh akan sia-sia jika pranata sosial lokal seperti imum mukim, geuchik gampong, tuha peut, tuha lapan, imum meunasah, keujreun blang, panglima laot, pawang gle, peutua seuneubok, haria peukan, syahbandar dan lain-lain tidak lagi berfungsi sebagai Pilar pengembangan Peradaban Aceh.

“Oleh karena itu, kita perlu melakukan revitalisasi atau peningkatan perannya dalam melakukan pengembangan Peradaban Aceh agar menjadi bagian dari Peradaban Dunia. Tengku-tengku imum mukim dalam pelatihan ini, Saudara-saudara tidak saja memperoleh pengetahuan, informasi dan wawasan mengenai Lembaga Wali Nanggroe dan perangkatnya tetapi Para Imum Mukim harus dapat melahirkan ide-ide dan atau gagasan-gagasan cerdas untuk memperkuat Lembaga Wali Nanggro melalui Majelis Tinggi Tuha Lapan Wali Nanggroe.”

Malik Mahmud mengajak para Imum munik untuk bersama membangun kembali kejayaan peradaban Aceh yang selama ini mulai luntur. Identitas atau karakter Aceh sebagai sebuah bangsa yang selama ini sudah tercabut dari akarnya hendaknya dapat dikembalikan marwah dan harkatnya.

“Demikian sambutan saya, dengan mengucapkan ‘Bismillahirrahmanirrahim’,  Acara Pelatihan Imum Mukim angkatan 1 dan 2 Tahun 2014, dengan ini saya nyatakan resmi dibuka,” pungkas Wali Nanggroe.

Acara dilanjutkan dengan penyematan tanda peserta oleh Wali Nanggroe kepada delapan Imum Mukim mewakili delapan Kabupaten/kota angkatan 1 dan 2, yaitu, Aceh Utara, Pidie jaya, Aceh Barat Daya, Banda Aceh, Aceh Besar, Lhokseumawe, Langsa dan Aceh Jaya.

Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Hasbi Abdullah perwakilan Majelis Adat Aceh dan beberapa Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) terkait.

Sumber : Biro Humas Setda Aceh

 

Last Update Generator: 06 Nov 2025 05:17:51