Sosialisasi Zakat di Mapolda Aceh
Banda Aceh – Jajaran Polda Aceh menyatakan bersedia membayar zakat ke Baitul Mal Aceh. Hal itu diungkapkan Karo SDM Polda Aceh, Kombes Pol MZ Muttaqien usai mendengar penjelasan seputar hukum dan mekanisme pemotongan zakat oleh kepala Baitul Mal Aceh, Dr Armiadi Musa MA pada acara kajian rutin dan baca Yasin, di Aula Mabes Polda Aceh, Kamis (04/06).
Begitu penjelasanan kepala Baitul Mal selesai, di hadapan ratusan polisi, Muttaqien langsung berdiri dan menyatakan komitmen dan keinginannya untuk meminta dan akan menyurati ke semua Satuan Kerja (Satker) Polda Aceh agar membayar zakat ke Baitul Mal kabupaten masing-masing.
“Nanti langsung akan dibuat Nota Dinas untuk diintruksikan ke seluruh Satker Polda Aceh termasuk Polres seluruh Aceh, kita semua harus mensucikan harta kita, ini kewajiban,”ujar Muttaqien.
Kehadiran Kepala Baitul Mal Aceh ke Mabes Polda merupakan juga bagian dari sosialisasi zakat terhadap instansi vertikal. Kegiatan ini sesuai dengan INPRES Nomor 3 tahun 2014 dan Surat Edaran Guburnur Aceh Nomor 451.12/32797 tentang optimalisasi pengumpulan zakat di instansi tersebut.
Dalam pemaparannya, Armiadi menjelaskan bahwa zakat salah satu rukun Islam yang harus dipenuhi, karena zakat merupakan ibadah amaliyah. Jika seorang muslim telah membayar zakat, maka telah sempurnalah imannya.
Ia menjelaskan, ada 82 ayat dalam Quran yang membicarakan tentang kewajiban zakat. Ada beberapa di antaranya dikaitkan dengan shalat. Maka zakat merupakan suatu perintah yang setara dengan perintah rukun Islam lainnya.
“Dalam harta ummat Islam, ada 2,5 persen hak orang lain yang harus dikeluarkan untuk mensucikannya. Namun harta yang wajib dizakatkan haruslah harta dari sumber yang halal, kalau dari hasil curian, perampokan atau korupsi tidak bisa disucikan dengan membayar zakat, tapi harus dikembalikan,”jelasnya panjang lebar,
Katanya lagi, cara berzakat menurut Hadist dan Quran haruslah melalui amil seperti disebutkan dalam Quran, surat Attaubah ayat 103, bahwa zakat diurus oleh amil, bukan diurus oleh sendiri-sendiri.
“Kalau kita tinggal di gampong, misalnya seperti petani, maka harus dipungut dan disalurkan di gampong itu. Sedangkan zakat di pemerintahan, termasuk jajaran militer seperti TNI dan Polri, maka dipunggut oleh Baitul Mal,” tambah Armiadi.
Armiadi menjelaskan lagi bahwa di Aceh zakat dimasukkan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal itu disebutkan dalam Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Dari dasar itulah di Aceh tidak diizinkan ada lembaga zakat swasta selain Baitul Mal yang memungut zakat, sebab lembaga zakat swasta tidak menyetor ke kas Pemerintah Aceh.
Penjelasan Armiadi mengundang perhatian yang serius dari jamaah. Salah seorang peserta menanyakan tentang double tax bagi muslim di Indonesia. Artinya setelah dikenakan pajak penghasilan (PPh), ditambah lagi harus bayar pajak 2,5 persen.
Armiadi menjawab, dalam UUPA sudah diatur bahwa zakat dapat mengurangi pajak. Namun butir qanun ini belum terealisasi saat ini, karena Dirjen Pajak tidak menyetujui pengurangan pajak untuk pos zakat. Padahal tidak mengurangi pendapatan negara, akan tetapi hanya pindah pos saja.
“Kita sedang memperjuangkan ini, artinya setelah bayar zakat, ketika bayar pajak, memperlihatkan slip pemotongan zakat maka pajak akan dikurangi 2 ,5 persen,” ujarnya.
Sumber : http://baitulmal.acehprov.go.id/
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020