Wagub Aceh Beri Jawaban Terhadap Hak Interpelasi DPRA
Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar Rapat Paripurna Istimewa DPRA tentang mendengarkan jawaban dan penjelasan Gubernur Aceh Terhadap Hak Interpelasi DPRA di Gedung utama DPRA, Kamis (28/06/2018).
Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang mewakili Gubernur Aceh membacakan jawaban tertulis
untuk hak interpelasi DPRA tersebut. Ia mengatakan sangat menghargai hak yang digunakan oleh Anggota Dewan untuk meminta keterangan guna melaksanakan fungsi pengawasan DPRA dan menjadi dalam penetapan pelaksanaan kebijakan Gubernur.
Terkait Peraturan Gubernur Aceh nomor 9 tahun 2018 tentang anggaran pendapatan dan belanja Aceh (APBA),
Gubernur Aceh mengatakan telah melalui proses penuh dinamika dan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan
serta disambut dengan penuh kebahagian oleh sebagian besar rakyat Aceh.
Gubernur juga menjelaskan mengenai Peraturan Gubernur Aceh nomor 5 tahun 2019 tentang pelaksanaan hukum
acara jinayat merupakan aturan delegasi dari 2 Qanun Aceh yaitu yang pertama pasal 23 ayat (5), pasal 36 ayat (4), pasal 50 ayat (4), pasal 74 ayat (2), pasal 87 ayat (4), pasal 100, pasal 249 ayat (6), pasal 250 ayat (4) dan pasal 284 ayat (2), Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang hukum acara jinayat (qanun hukum jinayat).
Kemudian mengenai pasal 4 ayat (7), pasal 67 ayat (2), dan pasal 68 ayat (4) Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang jinayat.
Dalam hal ini, sebutnya, secara regulatif ada 2 perspektif yang perlu dilihat dan dipahami yaitu secara perspektif formil Gubernur merupakan lembaga eksekutif secara perundang-undangan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan berwenang menetapkan pelaksana Qanun.
"Dalam hal ini baik Perarturan Gubernur, maupun dalam bentuk keputusan/penetapan, seperti Keputusan Gubernur serta secara perspektif materil substansi pergub jinayat tidak bertentangan dengan pasal 262 qanun hukum acara jinayat," jelasnya.
Menanggapi terhadap dugaan keterlibatan Gubernur menerima suap dalam kasus mantan kepala BPKS, Gubernur
menegaskan bahwa tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Berkaitan dengan pelanggaran hukum, Gubernur menegaskan merupakan ranahnya yudikatif. Gubernur Aceh senantiasa memenuhi kewajiban sebaik-baiknya, seadil-adilnya, memegang teguh UU Dasar 1945 dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat.
Di akhir jawaban terkait masalah pelanggaran moral/etika dalam berkomunikasi di media sosial, Gubernur
menjelaskan hal itu bersifat pribadi dan bukan merupakan kebijakan yang bersifat penting dan strategis
serta memiliki dampak luas dalam kehidupan bermasyarakat sehingga hal tersebut bukan merupakan objek
penggunaan hak interpelasi DPRA.
"Status media sosial dalam hal ini di facebook tersebut memang saya yang buat secara pribadi, namun yang menanggapinya adalah anggota saya, adapun beberapa komentar yang menghina saya serta tidak layak disampaikan kepada saya, baik sebagai pribadi maupun atas nama Gubernur Aceh," jelasnya.
Gubernur Aceh juga mengharapkan dimana dalam penjelasannya mungkin masih ada anggota DPRA yang belum
sepaham untuk memaknai sebagai bagian dari wahana demokrasi yang perlu di junjung tinggi.
"Semoga hubungan kemitraan antara legislatif Aceh dan Eksekutif Aceh terus terjalin dengan baik dan
harmonis dalam rangka mewujudkan pembangunan Aceh," harapnya. (fd/ri)
Sumber : diskominfo.acehprov.go.id
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020