Sejarah Membuktikan Peran Perempuan Tidak Bisa Diabaikan
Banda Aceh - Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Aceh Marwan Nusuf membuka acara diskusi publik dan kuliah umum, Pameran Foto (Photo Exhibition) Peran Ayah di Swedia dan Peran Ayah di Aceh dalam membangun hubungan keluarga yang adil dan sejahatera di Fakultas Hukum Unsyiah, Rabu (24/10/2018).
Dalam sambutannya Marwan mengatakan masalah gender suatu hal yang tidak dilarang dalam agama, sesuai dengan hadis Rasulullah bahwa orang yang lebih berhak dihormati pertama kali adalah ibumu dan kemudian baru ayahmu.
"Ini bermakna pada posisi tertentu perempuan itu kedudukannya berada di atas laki dan pada posisi tertentu pula kedudukan perempuan itu berada dibawah laki-laki contonya pada saat mengerjakan shalat," jelasnya.
Menurut Marwan Pemerintah Aceh sudah mengeluarkan Qanun Nomor 6 tahun 2009 tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan, qanun ini sudah duluan lahir dari pada undang-undang tentang pemberdayaan perempuan di indonesia.
"Artinya rakyat Aceh sudah duluan menjunjung tinggi masalah persamaan gender, peran perempuan Aceh tidak bisa diabaikan dan ini bisa dibuktikan dengan sejarah seperti halnya pahlwan perempuan yang ada di Aceh," sebutnya.
Perwakilan Kedutaan Besar Swedia Yohan mengatakan acara ini merupakan rangkaian kebijakan luar Negeri Swedia yang mencakup kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan juga peran kedua orang tua dalam mengasuh anak dan salah satu target untuk mengadakan banyak event di ibu kota Jakarta dan luar pulau Jawa, seperti halnya di Aceh.
Aceh dan Swedia mempunyai sejarah yang panjang. Ada komunitas Aceh yang sangat besar di Swedia. Swedia sangat berperan saat rekontrusi dan proses perdamaian Aceh.
Dekan Fakulatas Hukum Unsyiah Prof.Dr. Ilyas Ismail., S.H., M.Hum dalam sambutannya mengatakan acara sangat penting karena tidak semua orang memahamkan secara tepat masalah isu gender.
Ilyas mengajak kepada peserta yang hadir untuk menjadi agent menyampaikan informasi secara tepat kepada masyarakat. Pemahamannya harus merujuk kepada sistem hukum indonesia dan hukum agama yang dianut seperti bagaimana memberikan hak dan kewajiban secara tepat yang sudah ditentukan penempatannya baik kepada laki-laki dan perempaun.
"Secara hemat saya dua alat ukur itu harus menjadi rujukan kita di dalam menyampaikan informasi kepada orang terkait isu gender," jelasnya.
Acara ini didukung oleh Embassy Of Sweden, Diskominfo dan Sandi Aceh, FLower Aceh, Fakultas Hukum Unsyiah, Pusat Studi Ham Unsyiah, Pusat Studi Gender Unsyiah, Alsa LC Unsyiah, International Class FH Unsyiah, Balai Syura Ureung Inong Aceh, DPPPA dan P2TP2A (jl/ri)
Sumber : diskominfo.acehprov.go.id
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020