Selamat Datang di Situs Resmi Pemerintah Aceh

Bencana Bukan Hanya Fenomena Alam

Umum Kamis, 25 Oktober 2018 - Oleh opt4

Banda Aceh - Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Aceh bekerjasama dengan Radio Jati FM mengadakan Ruang Opini Publik bertema “Bencana Bukan Hanya Fenomena Alam“ sebagai upaya mensosialisasikan tentang kebencanaan dan upaya masyarakat siaga bencana di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Banda Aceh, Kamis (25/10/2018).

Ruang Opini Publik itu bermaksud menghimpun opini masyarakat tentang kebencanaan dan menghadirkan narasumber yang menjelaskan secara rinci demi pengelolaan opini yang benar. Selain itu membekali 10 Siwa-Siswi dari SMA 2 sebagai Duta muda kesadaran Tsunami mewakili Indonesia yang akan mengikuti kegiatan “High School Student Summit On World Tsunami Awarness Day 2018” di Wakayama Town, Jepang. Kegiatan itu juga diikuti oleh 40 Negara, berlangsung 27 Oktober sampai dengan 2 November 2018.

Faisal Ardiansyah, ahli geologi, saat memberikan pemahaman mitigasi bencana di kalangan remaja mengatakan bumi ini kalau digambarkan seperti telur rebus dimana kuning telur itu dinamakan oleh ahli sebagai inti bumi panasnya sampai 6000 derajat celcius. Kemudian putih telur dengan istilah Astenosfer sebagai selimut (mantle). Sementara kulit telur yang tipis, itulah lempeng bumi perbandingannya persis seperti itu.

"Bumi ini dilapisi oleh lempeng-lempeng, setiap ada satu gempa pasti akan membangunkan gempa lain, hanya saja ilmu manusia belum sampai untuk mendeteksi gempa berikutnya, siapa lagi setelah palu," katanya.

Menurutnya ada 12 lempeng besar didunia diantaran Lempeng Benua Eropa Asia atau Erosia. Ujung dari lempeng itu adalah Indonesia yang meliputi Sumatra, Jawa Bali dan Nusatenggara, kemudian bertabrakan dengan Lempeng Samudra atau yang lebih dikenal dengan Lempeng Hindia dan Australia.  Hasil tabrakannya lebih kurang 12 KM dari bibir pantai, sehingga lempeng Samudra menyusut ke dalam perut bumi.

"Satu lagi ada lempeng Pasific di atas Irian Jaya. Setiap gerakan ini menimbulkan gempa. Jadi indonesia ini dijepit oleh 3 lempeng," sebutnya.

"Kalau kita lihat oleh peta dunia seperti lingkaran yang disebut ring of fire (cincin api) bahkan Indonesia termasuk di dalamnya. Setiap tahun bergerak antara 7 sampai 8 cm sedangkan lempeng Pacifik antar 8 hingga 12 cm, lempeng Erosia ralatif diam tapi dia ditekan," jelasnya.

Indonesia, lanjutnya, mengalami gempa antara 4000 sampai 6000 kali terjadi pertahun. Itu merupakan pelepasan energi dari perut bumi, kalau tidak lepas maka bumi akan meledak, secara sains gempa itu sebuah keniscayaan dan harus terjadi.

"Yang menjadi persoalan kalau gempa besar itulah bencana, kita berdoa agar gempa ini terjadi dengan kecil-kecil saja," ajaknya.

Untuk menurangi efek tsunami Faisal mengharapkan tidak melupakan kearifan lokal yang telah orang terdahulu wariskan kepada anak cucu seperti halnya yang dilakukan oleh Kabupaten simeulu.

Ia menambahkan, gempa itu tidak membunuh tetapi yang membunuh adalah runtuhan bangunan. Indonesia harus merancangkan bangunan seperti halnya di Jepang dan Manila dimana desainnya sudah elastis dan tidak mudah runtuh saat gempa.

Setiap gempa ada efeknya tambahnya lagi seperti tsunami, longsor dan likuifaksi sepertinya halnya yang terjadi di Palu. Likuifaski adalah batuan di dalam tanah atau batu muda, ciri-cirinya kalau digali semur kurang 10 meter dan berair disitulah potensi likuifaski terjadi.

Sementara itu, Linda Nurdin yang punya pengalaman tentang keariafan lokal gempa dan tsunami Aceh, menceritakan sebelum terjadi gempat ada tanda-tandanya seperti mendengarkan suara seperti gemuruh didalam tanah, bahkan seperti suara air mengalir dan pada saat selesai terjadi gempa tiringat pesan dari orang tuanya dulu akan datang Ie Beuna atau air bah. Menurutnya pesan kearifan lokal inilah yang harus disampaikan secara turun temurun ke generasi berikutnya (jl/ri)

Sumber : diskominfo.acehprov.go.id

 

 

Last Update Generator: 06 Nov 2025 05:44:56