Analisis BMKG, Sumatera Menyimpan Energi Kegempaan Cukup Tinggi
Banda Aceh - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Gesofisika pusat (BMKG) memberikan perhatian khusus untuk Aceh, Sumatera Utara, Padang, Sumatra Barat dan Bengkulu, karena daerah tersebut masih dalam analisis BMKG karena menyimpan energi kegempaan yang cukup penting. Perlu diperhatikan dari segi kekuatannya yang berpotensi terlepas sewaktu-waktu, namun tidak bisa diprediksi kapan terjadinya.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BMKG Pusat Prof.Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D kepada wartawan dalam Konfrensi Pers tentang "Konsolidasi Kebencanaan di Propinsi Aceh" di Media Center Humas dan Protokol Setda Aceh, Rabu (30/01/2019).
"Inilah salah satu alasan BMKG merasa penting dan mendesak untuk meningkatkan sinergi dengan Pemeritah Daerah atau disebut juga dengan pentahelix, dimana juga harus terlibat akademisi, perguruan tinggi, pihak bisnis, komunitas, tokoh-tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya," harapnya.
Menurut Dwikorita, dari data BMKG selama 10 tahun yang lalu dapat diketahui rata-rata kejadian gempa di Indonesia mencapai 400 sampai 600 kali pertahun dengan berbagai kekuatan, tetapi banyak yang tidak dirasakan oleh manusia namun tercatat oleh Seismometer, hanya yang berkekuatan 5 Skala Richter atau lebih yang dapat dirasakan. Jumlahnya rata-rata 250 sampai 300 kali dalam satu tahun, sejak tahun 2017 BMKG mencatat kejadian gempa bumi mencapai 7000 kali dalam satu tahun dan tahun 2018 melonjak menjadi 11.920 kali ini hampir 2 kali lipat dan yang bisa dirasakan 360 kali lebih.
"Artinya di Indonesia ini hampir setiap hari terjadi gempa yang bisa dirasakan," katanya.
Peningkatan Seismisitas dibumi ini bukan hanya terjadi di indonesia United States Geological Survey (USGS) melaporkan bahawa fenomena peningkatan seismisitas global itu terjadi mendunia, ini saat ini bagi makhluk yang hidup di bumi harus lebih waspada.
Ia mengaku permasalahannya adalah apabila terjadi gempa jaringan komunikasi sering putus sehingga menyulitkan BMKG untuk memantau menginformasikan tanda-tanda akan terjadinya bencana.
Fenomena sikon cuaca ekstrem tambanya lagi juga semakin sering terjadi frekwensinya meningkat, bencana itu tidak tertib dan tidak antri mereka terjadi secara bersinergi.
Untuk mengantispasinya, pihak BMKG dengan Kementerian terkait dalam 2 tahun ke depan sedang menyiapkan sistem pengembangan monitoring gempa dan tsunami dengan memasang sensor dibawah laut dan di titik rawan bencana. Tidak seperti dulu sensornya dipasang di bebatuan dan masih terbatas jangkauannya yang hanya dapat mendeteksi tsunami akibat gempat tektonik, bukan tsunami akibat dari hal lain.
Ia juga tidak terlalu berharap dengan alarm sensor walapun secanggih apapun, tapi alangkah lebih baiknya memanfaatkan sentuhan kultur dengan menanam pohon yang banyak cabang di pinggir pantai untuk memecaha ombak yang tinggi. Ia juga meminta agar memberdayakan kembali kearifan lokal dimana apabila terjadi gempa yang kuat dengan durasi lama segera menyelamatkan diri tanpa harus menunggu peringatan alarm. (wn/ri)
Sumber : diskominfo.acehprov.go.id
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020