Mengintip Proses Pembuatan Garam dengan Omset Pas-pasan
Pidie | Ibrahim dan Nuradidah adalah salah satu pasangan suami istri dari sekian banyak berprofesi sebagai petani garam tradisional, mereka berasal dari Desa Cebrek Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie, seperti biasanya setiap pagi mereka bergerak menuju ketempat kerja di Desa Sukon Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie untuk mengais rezeki demi kebutuhan keluarga sebagai petani garam tradisional.
Tampak beberapa gubuk berderatan beratap daun rumbia dengan sebutan khas bahasa Aceh kawasan Lancang, yang artinya gubuk untuk pembuatan garam, salah satu gubuk dengan halaman berukuran sekitar 500 meter yang mereka sewa dari penduduk setempat sebesar 2 juta rupiah pertahun, lahan tersebut mereka gunakan sebagai tempat usaha pembuatan garam tradisional, Selasa (26/3/2019).
Ibrahim mengatakan, tidak semua orang sanggup menjalani seperti profesinya, dikarenakan proses membuat garam ini masih secara manual dan harus mengeluarkan tenaga extra, "setiap hari saya dibantu istri harus mengangkat pasir sebagai medianya untuk diambil sari pati garam dengan cara disulingkan kedalam bak terbuka, lalu sari pati yang berupa air asin dimasak selama 7 jam dengan rata-rata dua kali dalam sehari dan menghasilkan sekitar 120 kilogram garam," jelasnya.
Ibrahim menyebutkan dalam 2 minggu sekali lebih kurang menghasilkan satu sampai dua ton garam dengan harga jual Rp4000 perkilo kepada tengkulak, hasil ini tergantung dari kondisi cuaca. "jika cuacanya hujan, ini akan membasahi kayu sebagai bahan bakar, maka prosesnya akan tertunda sehingga mempengaruhi proses pembuatan garam," ungkapnya.
Selanjutnya sebut Ibrahim media pasir yang sudah disuling tadi akan disebarkan di atas tanah lapang dihalaman gubuk sebagai proses daur ulang, ada semacam irigasi untuk sistem pengaliran airnya, pasir tersebut akan diendapkan selama dua hari dua malam atau sampai muncul bercak putih diatas pasir bertanda kadar garamnya sudah ada selanjutnya diangkat untuk diolah lagi menjadi garam.
Ibrahim juga menjelaskan masalah keberadaan garam beryodium tidak menjadi kendala dengan persaingan harga, karena garam beryodium juga berbahan dasar dari garam tradisional. "Garam yodium tersebut diolah dari garam yang kita buat, jadi kalaupun masyarakat memilih membeli garam tersebut dasarnya tetap dari petani garam tradisional, jelasnya.
Profesi petani garam ini masih tetap ditekuni oleh sebagian penduduk Kabupaten Pidie, walaupun perjuangan pembuatan garam sangat berat, namun inilah salah satu mata pencarian bagi masyarakat sekitar pantai.(wn/ri/eyv)
Sumber : Info Publik
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020